Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kisah Sunan Bonang, Metode Dakwah, dan Kerahmatannya Lengkap

Kisah sunan bonang – Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim merupakan sosok walisongo yang akan kita bahas dalam artikel ini. Kita akan membahas tentang asal usul sunan bonang, metode dakwah sunan bonang, kerahmatan sunan bonang, dan kontroversi makam sunan bonang. Berikut ini kisah lengkapnya tentang sunan bonang.

1. Asal Usul Sunan Bonang

Nama asli Sunan Bonang adalah Raden Makdum lbrahim, beliau adalah salah satu putra dari Raden Rahmat (Sunan Ampel) dari Dewi Candrawulan, istri pertama Sunan Ampel. Sementara menurut satu riwayat, Dewi Candrawulan adalah putri Prabu Brawijaya. Tetapi dalam riwayat yang lain seperti yang sudah tertulis dalam kisah Sunan Ampel, Dewi Candrawulan adalah putri Haden Arya Teja dari kerajaan Pajajaran. Jadi meski ada riwayat yang berbeda tentang asal usul ibunya" Sunan Bonang adalah percampuran dua garis keturunan, dari ibunya Sunan Bonang berdarah bangsawan, sementara dari ayahnya heliau berdarah Arab, bergaris keturunan Nabi Muharnmad Saw. Menurut satu riwayat, Sunan Bonang menikah dengan Dewi lrah putri Raden Jaka Kendar dan di karuniai seorang putri bernama Rahil.

2. Metode Sunan Bonang Dalam Berdakwah (Gending dan Tembang)

Pada saat Sunan Bonang belajar ilmu Syari'at islam pada ayahnya, banyak sekali teman atau sahabat dari Sunan Bonang, di antaranya adalah Raden Paku. Setelah belajar cukup lama di Ampel mereka berangkat ke Samudera Pasai berguru pada ayah Raden Paku yang bernama Syech Maulana lshaq, juga berguru pada beberapa ulama dari Jazirah Arab. Sekembali dari perjaianannya menuntut ilmu, beliau berdakwah di daerah Tuban, caranya beliau berdakwah cukup cerdik dan unik. Beliau dapat mengambil hati masyarakat setempat agar mereka mau datang ke Masjid. Setelah mereka datang ke Masjid barulah Sunan Bonang memperkenalkan sedikit demi sedikit ajaran lslam, sehingga sedikit demi sedikit hati masyarakat mulai menerima kehadiran lslam ditengah-tengah mereka.

Keunikan dan kecerdikan beliau dalam berdakwah serta metode beliau dalam menyebarkan lslam, di antaranya adalah beliau menciptakan gending dan tembang. Di mana masyarakat Tuban pada saat itu sangat senang sekali mendengarkan gending atau tembang. Selain itu beliau juga sangat mahir dalam permainan gending atu bonang. Nah itulah sebabnya beliau disebut Sunan Bonang oleh masyarakat Bonang.

Bila beliau membunyikan bonang atau gending rakyat yang mendengar akan berbondong untuk mendengarkan lebih dekat, mereka sangat terpesona seperti terkena pesona gaib. Sunan Bonang pun sudah memperhitungkan hal itu, sebelumnya beliau sudah membuat kolam di depan masjid, siapa yang masuk masjid harus membasuh kakinya terlebih dahulu. setelah orang-orang berkumpul di dalam Masiid, beliau mengalunkan suara tembang-tembang yang bernalaskan ajaran Islam. Anehnya, sepulang dari Masjid tembang-tembang itu mereka hafalkan serta memahami artinya. Akhirnya, sedikit demi sedikit mereka mengenal dan bersimpati kepada agama lslam. Kemudian baru beliau menanamkan pengertian yang sebenarnya tentang lslam. Dengan demikian agama lslam cepat tersebar di kalangan masyarakat Tuban dan sekitarnya. Demikianlah kecerdikan dan keunikan metode Sunan Bonang dalam berdakwah menyebarkan agama lslam. Di samping itu beliau mendirikan pesantren yang bisa menampung beberapa murid yang berdatangan dari berbagai penjuru daerah, seperti dari daerah Bojonegoro, Jepara, Pati dan bahkan datang dari antar pulau yaitu Bawean dan Madura.

3. Kekeramatan Sunan Bonang

Sunan bonang sebagai seorang wali mempunyai banyak kemampuan yang digunakan untuk menyadarkan orang lain, diantaranya yaitu kerahmatan sunan bonang dalam membuat sumbur srumbung, kerahmatan sunan bonang dalam batu pasujudan, dan kerahmatan sunan bonang dalam legenda batu celeng.

a. Legenda Sumur Srumbung Sunan Bonang
Dalam waktu yang tidak beberapa lama Tuban menjadi pusat perhatian agama lslam dengan banyaknya murid yang berdatangan. Sehingga nama Sunan Bonang terkenal sampai pelosok tanah Jawa.

Karena itu jugalah, seorang Brahmana Sakti yang datang dari negeri Hindustan sangat merasa penasaran dengan Sunan Bonang. Dia ingin sekali menjajaki kesaktian Sunan Bonang. Dengan menumpang perahu menelusuri pantai, Brahmana itu pergi ke kota Tuban, tetapi belum sampai di Tuban. Di tengah lautan perahunya dihantam badai, sementara sang Brahmana sendiri hanyut terbawa arus beserta kitab-kitabnya yang berisikan ilmu gaib, yang tujuannya untuk dibuat berdebat dengan Sunan Bonang Setelah sang Brahmana dibawa ombak ke pinggir pantai dalam keadaan pingsan, akhirnya ia sadar dan tahu betul bahwa dirinya berada di tepi pantai. Dengan tenaga yang tersisa, dikuat-kuatkan dirinya untuk bangkit berdiri seraya melihat ke atas. Sang Brahmana terkejut ketika di hadapannya ada seorang berjubah putih, iapun bertanya pada "Kisanak, apa nama daerah ini?".

Orang berjubah tidak menjawab, malah menancapkan tongkatnya di dekat kaki sang Brahmana dan balik bertanya. "Apa yang tuan cari di daerah kami?" Sang Brahmana menjawab "Aku datang ke tempat ini untuk mencari Sunan Bonang". Orang berjubah putih itu bertanya lagi : Ada perlu apa Tuan mencari sunan Bonang?"

Dengan tegas sang Brahmana menjawab : "Sebenarnya, aku datang ke sini untuk menantangnya dengan adu kesaktian. Tapi sayang, kitab-kitabku yang berisi catatan-catatan ilmu gaib itu telah hilang tenggelam di dasar laut"

Mendengar jawaban sang Brahmana, orang berjubah itu lalu mencabut tongkatnya. Tiba-tiba lobang bakas tancapan tongkat itu mengeluarkan air jernih yang sangat deras. Hal itu membuat sang Brahmana kaget apalagi ketika ia tahu luapan air itu beriringan dengan kitab-kitab ilmu gaib miliknya.

"Bukankah itu kitab kisanak yang tenggelam di laut?" tanya orang berjubah.
"Be ... be ... betul, itu adalah kitabku yang hilang tenggelam di dasar laut". jawab sang Brahmana gugup.

Dalam pada itu sang Brahmana berkata dalam hati : "Alangkah hebatnya ilmu yang dimiliki orang berjubah itu, jika dibandingkan dengan aku, dengan segala ilmu kesaktian yang kumiliki tentu aku tidak ada apa-apanya. Bahkan sepengetahuanku tidak ada ilmu sehebat itu. Seandannya ada sejuta Brahmanana yang membantu aku sekalipun, aku tak akan mungkin bisa melakukannya seperti itu".

Membanding-bandingkan ilmu yang dimiiikinya dengan ilmu orang berjubah yang berada di depannya itu, sang Brahmana itu akhirnya sadar, lalu ia bersimpuh di hadapan orang berjubah seraya menyatakan ersedia menjadi muridnya.

Sementara air yang memancar pada lobang bekas tancapan tongkat sunan Bonang konon menurut cerita masih ada sampai sekarang, masyarakat sekitar menamakannya Sumur Srumbung. sekarang sumur itu agak ke tengah laut karena selama ratusan tahun pantai Tuban sedikit demi sedikit habis dikikis air laut, Meskipun sumur itu berada di tengah laut, namun airnya tetap jernih, tidak asin serta terasa nikmat bila diminum.

b. Legenda Pasujudan Sunan Bonang
Termasuk salah satu keramat sunan Bonang adalah adanya adanya Pasujudan. Alkisah dalam masa hidupnya, beliau biasanya menyepi, beribadah melaksanakan sholat, puasa memerangi nafsu dan syeitan di puncak bukit Gading dekat pantai Tuban. Sehingga ia diangkat oleh Allah menjadi salah seorang wali agung yang terkenal dengan sebutan Sunan Bonang. saking seringnya beliau melaksanakan sholat di sana, dahi, hidung, lutut serla jari-jari kaki sunan Bonang membekas pada sebuah batu yang berada di bukit tersebut. pada batu tersebut seperti ada gambar orang yang sedang bersujud. Batu tersebut masih ada sampai sekarang dan banyak pula masyarakat yang datang ke tempat itu. Mereka menamakan pasujudan pada batu tersebut.

Kisah Sunan Bonang, Metode Dakwah, dan Kerahmatannya

c. Legenda Watu Celeng
Termasuk keramatnya lagi adalah adanya batu yang berbentuk anjing. Peristiwa itu terjadi ketika sunan Bonang bersama santrinya sedang berjalan-jalan. Tiba-tiba di depan mereka ada dua ekor anjing yang sedang bersebadan. Kemudian salah seorang muridnya berkata pada sunan Boanang mengira Sunan Bonang tidak tahu.

"Kanjeng sunan, di depan ada dua ekor anjing sedang bersebadan". Sunan Bonang pun menjawab, "Di mana, aku tidak melihat, aku hanya melihat dua ekor anjing dari batu saja". dengan seketika dua ekor anjing itu berubah menjadi batu dan ada sampain sekarang. Dua batu tersebut berada di desa Karas sedan Rembang disebut dengan sebutan "watu Celeng".

3. Kontroversl Jenazah Sunan Bonang
Sebelumnya sudah diterangkan, bahwa hanyak murid sunan Bonang yang datang dari Bawean dan Madura. Seperti biasa beliau dakwah dengan berkeliling, dari satu daerah ke daerah lain, hingga tibalah beliau di Bawean dan wafat di sana. Hal ini membuat santri beliau yang tinggal di Tuban menjadi terkejut dan heboh, kemudian mereka bersepakat mengambil jenazah Sunan Bonang untuk imakamkan di Tuban. Namun murid-murid Bawean mempertahankan.

Begitu tahu tujuan mereka ditolak, murid-murid dari Tuban tidak kehabisan akal, mereka datahg ke Bawean dan menyirep murid-murid Bawean yang sedang menunggu jenazah sunan Bonang, kemudian mereka membawa jenazah tersebut ke Tuban dengan naik perahu. Setibanya di Tuban jenazah sunan bonang dimakamkan di sebeiah barat Masjid Agung Tuban, yang sekarang berada di sebelah barat alun-alun Tuban.

Konon menurut cerita (entah benar atau tidak, wallahu A'lam) kuburan sunan Bonang itu ada dua, di Tuban dan di Bawean. Letak makam beliau Di Bawean berada di Kampung Tegal Grubuk sebelah barat tambak Bawean. Ada yang mengatakan makam sunan bonang yang ada di Bawean itu hanya kainnya saja, ketika murid Tuban membawa Jenazah sunan Bonang ke Tuban, kain kafannya jatuh satu yang kemudian oleh murid-murid Bawean dikuburkan di tempat tersebut.

Posting Komentar untuk "Kisah Sunan Bonang, Metode Dakwah, dan Kerahmatannya Lengkap"