Makalah tentang Adopsi Anak
Makalah Tentang Adopsi Anak
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan anugerah dari Allah SWT. Ia merupakan buah hati antara dua pasangan suami istri yang sah menurut hukum dan agama. Anaklah yang membuat sebuah keluarga menjadi bahagia dan sempurna. Ia lahir dari rahim seorang ibu yang mengandungnya. Ia diasuh oleh orang tuanya dengan penuh kasih sayang dan kebahagiaan. Orang tualah yang mendidiknya menjadi anak yang lebih baik sejak ia kecil. Pendidikan yang paling utama dan awal merupakan pendidikan dari orang tua mereka masing-masing.
Akan tetapi tidak semua anak dapat mendapatkan kasih sayang dan kebahagiaan dari orang tuanya. Bagi anak-anak yatim piatu maupun anak-anak terlantar jarang yang bisa mendapat kasih sayang bahkan ada juga yang belum pernah mendapatkannya. Karena sejak kecil orang tua mereka ada yang sudah meninggal dunia. Mereka tidak pernah mendapatkan pendidikan dari orang tuanya sendiri. Mereka juga banyak yang tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Lingkunganlah yang membentuk dan mempengaruhi karakter anak-anak tersebut. Mereka akan mencari jati dirinya sesuai dengan lingkungan luar yang kadang kurang baik untuk membentuk karakter anak. Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka ada yang menjadi pengemis, pemulung, pengamen jalanan, dan sebagainya. Bahkan ada juga yang melakukan tindakan-tindakan yang negatif, seperti mencuri.[1]
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan adopsi?
2. Bagaimana hukum adopsi menurut pandangan Agama Islam?
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Adopsi
Adopsi adalah pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya, lalu anak itu dia nasabkan kepada dirinya. Dalam syariat islam, anak adopsi tidak mendapatkan warisan. Dikarenakan bahwa adopsi tidak mengubah nasab seoarng anak. Hal ini didasarkan pada Q.S Al-Ahzab : 4-5, yang artinya :
Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan. Panggilah mereka dengan nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah (Q.S Al Ahzab : 4-5)
Sebab turunnya ayat tersebut dikarenakan dari sebuah kisah yaitu ketika Rasulullah saw, mempunyai anak angkat Zaid bin Haristsah, suatu ketika ayah Zaid datng ke Makkah dan meminta kepada beliau agar menjual Zaid kepadanya atau memerdekakannya. Maka Rasulullah saw pun berkata, “Dia bebas dan boleh pergi kemana dia suka.” Tetapi Zaid tidak mau berpisah dari Rasulullah saw. Itu sebabnya, maka ayahnya menjadi marah dan berkata, “Wahai orang – orang Quraisy, saksikanlah bahwa Zaid (sekarang) bukan anakku lagi,” dan Rasul pun menimpali dengan berkata, “Saksikan pula oleh kalian bahwa dia sekarang adalah anakku
Secara legal, adopsi atau mengangkat anak dikuatkan berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri. Adopsi secara legal mempunyai akibat hukum yang luas, antara lain menyangkut perwalian dan pewarisan. Sejak keputusan yang ditetapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat akan menjadi wali bagi anak angkat, dan sejak saat itu, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih kepada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan yang beragama Islam, bila dia akan menikah, maka yang menjadi wali nikah hanyalah orang tua kandung atau saudara sedarah.
Adopsi juga dapat dilakukan secara illegal, artinya adopsi yang dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan antar pihak orang tua yang mengangkat dengan orang tua kandung anak yang diangkat. Adopsi secara illegal inilah yang disinyalir sebagai celah untuk kasus jual beli anak (trafficking).
Akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak angkat tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkatnya, dan dijadikan anak yang lahir karena perkawinan orang tua angkat. Akibatnya, seorang anak akan terputus hubungan perdata yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, Oleh karena itu, secara otomatis, hak dan kewajiban seorang anak angkat sama dengan anak kandung harus merawat dan menghormati orang tua, layaknya orang tua kandung, dan anak angkat berhak mendapatkan hak yang sama dengan anak kandung orang tua angkat.
Sedangkan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam praktek pengadilan agama, berdasarkan pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam yang berlaku di Indonesia Inpres No I Tahun 1991 tangal 10 Juni 1991, menetapkan bahwa anak angkat ialah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sendiri, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asli kepada orang tua angkat berdasarkan keputusan pengadilan.[2]
B. Hukum Adopsi dalam Islam
Islam menetapkan bahwa antara orang tua angkat dengan anak angkatnya tidak terdapat hubungan nasab, kecuali hanya hubungan kasih sayang dan hubungan tanggung jawab sebagai sesama manusia. Karena itu, antara keduanya bisa berhubungan tali perkawinan, misalnya Nabi Yusuf bisa mengawini ibu angkatnya ( Zulaehah ), bekas istri raja Abdul Azis ( bapak angkat Nabi Yusuf ).
Begitu juga halnya Rasulullah Saw diperintahkan oleh Allah mengawini bekas istri Zaid sebagai anak angkatnya. Berarti antara Rasulullah dengan Zaid, tak ada hubungan nasab, kecuali hanya hubungan kasih sayang sebagai bapak angkat dengan anak angkatnya. Firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 37
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu Menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. (Qs. Al-Ahzab : 37)
Yang dimaksud dengan orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya ialah Zaid bin Haritsah. Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dengan memberi taufik masuk Islam. Nabi Muhammad pun telah memberi nikmat kepadanya dengan memerdekakan kaumnya dan mengangkatnya menjadi anak. Dan Ayat ini memberikan pengertian bahwa orang boleh mengawini bekas isteri anak angkatnya. Islam tetap membolehkan adopsi dengan ketentuan :
1. Nasab anak angkat tetap dinisbatkan kepada orang tua kandungnya, bukan kepada orang tua angkatnya.
2. Anak angkat itu dibolehkan dalam Islam, tetapi sekedar sebagai anak asuh, tidak boleh disamakan dengan status anak kandung, baik dari segi pewarisan, hubungan mahram, maupun wali ( dalam perkawinan ).
3. Karena anak angkat itu tidak boleh menerima harta warisan dari orang tua angkatnya, maka boleh mendapatkan harta benda dari orang tua angkatnya berupa hibah, yang maksimal sepertiga dari jumlah kekayaan orang tua angkatnya.
4. Dari segi kasih sayang, persamaan hidup, persamaan biaya pendidikan antara anak kandung dengan anak angkatnya ( adopsi ) dibolehkan dalam Islam. Jadi hampir sama statusnya dengan anak asuh.
Pengangkatan Zaid bin al-Haritsah sebagai anak angkat oleh Rasulullah dimansukh ( dibatalkan ) oleh ayat 37 dari surat al-Ahzab, dengan dibolehkannya Rasulullah mengawini bekas istri Zaid, berarti antara bapak angkat dengan anak angkat, tidak terdapat hubungan mahram.[3]
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan1. Adopsi dalam bahasa Arab disebut “Tabanni” yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “ mengambil anak angkat” sedang dalam Kamus Munjid diartikan“ittikhadzahu ibnan” , yaitu “ menjadikannya sebagai anak. Adopsi adalah pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya untuk dijadikan anaknya sendiri. Hal ini itu dilakukan untuk memberi kasih sayang, nafkah pendidikan dan keperluan lainnya.
2. Hukum adopsi dalam islam adalah di bolehkan, bahkan dapat dikatakan sebagai amal istimewa karena mereka bisa mendapatkan kasih sayang dari orang lain. Dengan syarat tidak memperlakukan anak tersebut persis seperti anak kandungnya sendiri dalam penisbatan namanya, dalam hukum kemahraman dan kewarisan. Dan anak yang diangkat tersebut tetap dinisbatkan kepada nama bapak kandungnya. Jika dalam pengangkatan tidak sesuai dengan syarat tersebut maka dalam Islam hukumnya adalah haram. Hal ini sesuai dengan Alquran surat Al-Ahzab ayat 4-5.
B. Saran
1. Bagi masyarakat khususnya yang mempunyai keinginan untuk mengangkat atau mengadopsi anak sebaiknya mengetahui terlebih dahulu persyaratan-persyaratan dan hukum yang berlaku.
2. Penulis menganggap bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang bersifat membangun, mendidik masih sangat kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.
Posting Komentar untuk "Makalah tentang Adopsi Anak"
Silahkan berkomentar . .